Siapa yang tidak mengenal Huldrych Zwingli atau Ulrich Zwingli? Ia lahir 1 Januari 1484 dan meninggal pada 11 Oktober 1531 ( umur 47 tahun). Ia dikenal sebagi salah seorang pemimpin Reformasi di Swiss. Zwingli lahir pada saat timbulnya patriotisme Swiss dan meningkatnya kritik terhadap sistem tentara bayaran Swiss. Ia menempuh pendidikannya di Universitas Wina dan Universitas Basel, salah satu pusat keilmuan humanisme Renaisans. Ia melanjutkan studinya sembari melayani sebagai seorang pendeta di Glarus dan kemudian di Einsiedeln, tempat ia terpengaruh oleh tulisan-tulisan Erasmus.
Zwingli membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mengetahui kuasa Firman. Setelah lulus dari Universitas Basel pada tahun 1506, dia menjadi gembala jemaat di Glarus. Sejak awal, dia melakukan tugas penggembalaannya dengan sungguh-sungguh. Dia kemudian menulis, "Walaupun aku masih muda, tugas gerejawi mengobarkan rasa takut alih-alih sukacita dalam diriku. Aku tahu dan yakin, bahwa aku akan menanggung darah domba yang akan binasa sebagai konsekuensi kecerobohanku."
Angin reformasi bertiup ke Alpen dari arah Jerman yang dipelopori oleh Martin Luther. Zwingli mengemukakan bahwa: "Setiap orang yang berkata bahwa Injil tidaklah sah tanpa konfirmasi dari gereja, maka ia telah bersalah dan memfitnah Allah." Zwingli dalam khotbahnya, menekankan tentang Kristus sebagai prioritas pertama dan gereja di tempat kedua. Salah satu dalil yang Zwingli kemukakan berbunyi, "Kristus adalah satu-satunya perantara antara Allah dan manusia."
Zwingli menumbuhkan rasa cinta yang mendalam kepada tanah airnya. Di kemudian hari, dia menerjemahkan salah satu baris dalam Mazmur 23, "Di pegunungan Alpen yang indah, Dia membaringkan aku," dan dia menggunakan Sungai Rhine sebagai sebuah ilustrasi topik utama khotbahnya: "Demi Allah, jangan remehkan firman Allah, karena firman-Nya kekal seperti sungai Rhine yang senantiasa mengalir. Seseorang mungkin bisa membendungnya untuk sementara, tetapi mustahil untuk menghentikannya."
Rasa tanggung jawab terhadap tugasnya mendorong Zwingli semakin tertarik membaca Alkitab. Zwingli justru menjadi tertarik dengan Kitab Suci ketika pendeta-pendeta lainnya tidak banyak yang mengenal isi Alkitab. Zwingli pertama kali tertarik pada saat dia membeli salinan terjemahan Perjanjian Baru dalam bahasa Latin oleh Erasmus. Dia mulai belajar bahasa Yunani secara autodidak, membeli salinan terjemahan Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani oleh Erasmus, dan mulai menghafal ayat-ayat yang panjang. Pada tahun 1519, dia mulai mengajarkan pelajaran dari Perjanjian Baru secara rutin.
Secara pribadi Zwingli juga mulai menantang kebiasaan umat Kristen di abad pertengahan, yang dianggapnya berlaku tidak alkitabiah. Dia telah bergumul dengan kehidupan selibat kependetaan untuk beberapa lama (bahkan dia mengakui bahwa sebagai pendeta muda, dia tidak akan terlibat skandal). Pada tahun 1522, dia melanggar tradisi puasa Lenten (dengan memakan sosis di depan umum) dan membuat tulisan menentang puasa sebagai aksi reformasinya.
Pada tahun 1523, dia sudah siap untuk menyampaikan gagasannya di depan pendengar yang lebih luas. Pada bulan Januari, dia mengumumkan gagasannya di hadapan Dewan Kota Zurich. Perdebatan kedua terjadi pada bulan Oktober dengan persetujuan lebih lanjut dari dewan. Beragam bentuk reformasi pun bermunculan: patung-patung Yesus, Maria, dan orang-orang kudus dikeluarkan dari gereja-gereja; Alkitab harus menerima prioritas tertinggi.
Semua kejadian berlangsung dengan cepat. Pada tahun 1524, dia menikahi istrinya di depan umum, sambil bersikeras menyatakan bahwa para pastor mempunyai hak untuk menikah. Pada tahun 1525, dia dan beberapa orang lainnya meyakinkan penduduk kota untuk meniadakan Misa, dengan penekanan pada mukjizat transubstansiasi [perubahan hakikat dari hosti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus, Red.], dan menggantinya dengan kebaktian sederhana yang menerapkan Perjamuan Suci hanya sebagai suatu lambang peringatan.
Pada akhirnya, Perjamuan Suci justru mencegah adanya penggabungan gerakan pembaruan di Jerman dan Swiss. Pada suatu pertemuan, tahun 1529 di Marburg, Luther dan Zwingli bertemu untuk menyatukan dua gerakan tersebut. Walaupun mereka menyepakati 14 butir doktrin, mereka masih terbentur dengan butir ke-15: Perjamuan Suci. Untuk menentang pemikiran Zwingli, Luther bersikeras menyatakan kehadiran Kristus secara harfiah. Zwingli menggagalkannya. Kemudian Luther berkata bahwa Zwingli berasal dari iblis dan dia hanyalah seekor belatung. Zwingli merasa tersinggung karena Luther memperlakukannya "seperti keledai". Akhirnya perselisihan dan perbedaan pandangan pun tidak terhindarkan.
Menurut catatan sejarah, Zwingli adalah orang Protestan pertama yang membuang penggunaan alat musik dalam kebaktian. Malahan Zwingli begitu kuatir akan penyalahgunaan musik sehingga, demikian pandangannya, sebagian dari kebaktian yang dipimpinnya sama sekali tidak menggunakan musik. Ia merasa bahwa alat musik itu suatu pelanggaran, sambil mengutip bapak-bapak gereja kuno untuk mendukung pernyataannya. Zwingli berusaha kembali ke praktik yang diikuti oleh kebanyakan gereja Ortodoks Timur bahkan hingga pada masa kini. Namun lebih dari mereka, ia menganggap musik dapat mengalihkan perhatian orang dari pemberitaan firman Allah. Banyak pengikut gerakan Reformasi ini setuju dengan pelarangan alat-alat musik di Gereja, namun tidak ada seorangpun yang setuju bahwa musik harus dihapuskan sama sekali. Orgel, khususnya, dikecam oleh para pemimpin Gereja Reformasi, karena dianggap sebagai contoh yang paling jelas dari apa yang mereka maskudkan dengan kerusakan yang dibiarkan masuk oleh Gereja Katolik Roma ke dalam ibadah. Zwingli menganjurkan agar alat musik itu dijual saja serta hasilnya diberikan kepada kaum miskin. Kebencian terhadap alat-alat musik oleh kelompok Reformasi ini, yang pertama-tama dianut oleh Zwingli, kadang-kadang menjadi batu ganjalan yang menghalangi kerjasama dengan kaum Lutheran yang kaya dengan musik. Tentu mereka memiliki alasan masing-masing mengapa demikian?
Sumber: Nikodemus Rindin/dbs