MENDAPATI anaknya menjadi seorang yang berarti bagi banyak orang, tentu harapan bagi semua orangtua. Harapan yang selalu dituturkan dalam doanya kepada Allah yang dibalut dengan tindakan nyata, menjadi teladan bagi anaknya. Adoniram Judson Barrett adalah orang yang dapat dijadikan contoh dalam hal ini. Helen Barrett Montgomery tak akan pernah menjadi Helen yang terkenal hingga saat ini dengan gerakan misinya yang militan tanpa didikan dan teladan ayahnya, Adoniran. Tak heran jika dalam buku riwayat hidupnya, Helen mengaku bahwa kepatuhannya pada Adoniran menjadi landasan penyerahan dirinya kepada kehendak Allah. Adoniran seolah menjadi pendorong bagi Helen untuk memandang pendidikan sebagai satu hal yang penting sebagai pelengkap dirinya dalam mengaktualisasi diri kelak. Adoniran sendiri berjuang keras menyelesaikan pendidikannya di Universitas Rochester; menjadi profesor bahasa Latin dan Yunani dan menjadi kepala sekolah sebuah akademi di Lowville, New York.
Seolah hendak mengikuti jejak langkah Adoniran, Helen pun gemar belajar bahasa, khususnya Latin dan Yunani yang kemudian membawanya pada keterlibatan dalam penerjemahan teks Perjanjian Baru bahasa Yunani. Kecintaan Helen pada bahasa juga mendorongnya untuk mengambil studi lanjutan di Perguruan Tinggi Wellesley yang menganugerahi Helen gelar doktor kehormatan.
Rasanya kurang lengkap jika ilmu yang diperoleh Helen tidak diaktualisasikan pada orang banyak. Semenjak pernikahannya di tahun 1887 dengan, William A. Montgomery, Helen dan suaminya berencana mengabdikan hidup mereka bagi pekerjaan Tuhan. Tahun 1892 menjadi tonggak sejarah bagi kehidupan pelayanan Helen setelah menerima surat izin untuk berkhotbah oleh gereja. Dengan bekal kepandaiannya dan surat izin teresebut Helen banyak melayani orang, baik di gereja maupun komunitas sosial, termasuk menjadi presiden pertama sebuah serikat pekerja industri dan pendidik bagi kaum wanita. Helen juga kerap berkampanye soal reformasi pemerintahan, pendidikan, dan sosial. Tak ingin anugerah Allah yang dilimpahkan kepadanya hanya dapat dinikmati oleh kelompok kecil masyarakat lokal, istri William ini pun melebarkan sayap pelayanannnya dengan masuk dalam pelayanan misi ke luar negeri.
Dorongan yang kuat dalam diri, juga dukungan keluarga, Helen kerap bepergian, menyelenggarakan acara KKR, memanen jiwa-jiwa yang haus akan kebenaran, termasuk getol dalam mengadakan penggalangan dana bagi kepentingan misi.
Visi dari Tuhan Yesus yang diperlihatkan pada Helen dan keluarga saat berkeliling dunia melihat keadaan masyarakat di berbagai negeri direspon baik oleh Helen. Alhasil visi yang diterimanya mengarahkan Helen untuk masuk menjala lebih dalam lagi jiwa-jiwa di Asia.
Meski Helen dan William bersama-sama kompak dalam bermisi dan kerap terlibat dalam urusan spiritual, namun sama sekali tak membendungnya untuk memnuhi kebutuhan lain yang bersifat wajib bagi orang-orang yang dilayani. Ya, pendidikan merupakan satu segi yang dianggap Helen penting itu pun coba diusahakannya. Tak heran jika tujuh perguruan tinggi khusus wanita-wanita di Asia, pun berhasil berdiri berkat mimpi Helen yang dihidupi. Bersama motto "Diterangi untuk Menerangi", dengan lampu (dian) khas India sebagai simbol, Helen kerap mengibarkan bendera, kaum perempuan untuk membantu dalam pengadaan pendidikan bagi wanita di Jepang, Tiongkok, dan India.
Itulah salah satu bentuk ekspresi pelayanan holistik yang Helen dan keluarga lakukan. Meski Helen Barrett Montgomery telah tutup usia pada 18 Oktober 1934, namun semangatnya hingga kini tak akan pernah pudar. Kiranya kiprah Helen dapat menjadi penyemangat para hamba Tuhan di era kekiniian agar tak sekadar berkutat pada urusan spiritual, tapi juga kontekstual dan fungsional dalam memenuhi kebutuhan umat yang notabene “objek” pelayanannya. ? Slawi/dbs
Sumber: https://gri.or.id/news/view/883/helen-montgomery-ahli-bahasa